Pernah suatu ketika seorang anak pelaut membuat dongeng tentang seorang pemuda yang berlayar jauh, jauh... dan sangat amat jauh dari tempatnya...
Orang menyebut pemuda tersebut, Si Pelaut. Walaupun dia berkulit gelap tertimpa garangnya panas mentari, tetapi dia tampan. Badannya tegap. Rahangnya runcing, rambutnya hitam legam, alisnya tebal, dan bibirnya penuh. Wajah yang ramah dan memiliki senyum yang indah.
Si pelaut tak hanya sendiri, ia bersama kelompoknya. Diantara kelompoknya, si pelautlah yg paling dominan, meskipun dia bukan kapten kapal tersebut.
Si pelaut hanya seorang pelaut.
Pelaut biasa di kelompok pelaut lainnya yang juga biasa.
Ahh, kenapa dia dominan?
Dia pemuda yang paling bersih di antara kelompoknya.
Meskipun dia memakai baju yang lusuh, dia tak berbau amis seperti kelompoknya.
Ntah apa yang dia gunakan untuk menutupi bau amis yang sudah melekat dengan jati diri seorang pelaut.
Di antara kelompoknya, hanya si pelaut yang berbau asin lautan yang bercampur dengan terik mentari, tanpa bau amis dan tanpa bau menyengat. Jangan tanya baunya seperti apa. Pokoknya baunya seperti itu.
Suatu ketika, kapal kelompok ini berlayar terlalu jauh dari biasanya. Ke wilayah yang tak seorang pun belum pernah mengunjunginya. Bukan tanpa alasan kenapa kelompok ini tersesat.
Pada malam hari itu, ketika rasi bintang orion menunjuk jalan ke arah barat, dan bintang sirius bersinar sangat amat terang menandingi sinar rembulan, kapten kapal secara tak sadar tertidur. Begitu pula dengan wakil kaptennya. Berikut dengan si penunjuk arah dan pelaut-pelaut lainnya. Semua tertidur pulas!
Padahal siang harinya, mereka tak terlalu banyak mengeluarkan tenaga (karena memang sudah terlalu lelah).
Ini adalah hari ke-tiga puluh tiga mereka tak mendapatkan apapun.
Sudah hampir satu bulan penuh lamanya tak mendapatkan apapun! Sulit memang mempercayainya. Lautan luas tanpa ada seekor ikan? Wah tak masuk akal!!
Tapi itulah yang terjadi...
Dengan tanpa ada lagi sisa makanan, tenaga yang terkuras, dan lelah. Satu kapal pun tertidur.
Beruntung malam itu cuaca sedang bagus. Ombak cenderung tenang, angin tak bertiup kencang, hingga membuat seisi kapal pun terlelap.
Kapal itu melaju tenang menjauhi arah barat, meskipun sang kapten telah melempar kemudi lurus menuju rasi bintang orion.
Terus melaju, melaju, dan melaju...
Hingga rasi bintang orion hanya sekedar titik di kanvas hitam langit malam.
Dan tak seorang pun di dalam kelompok ini yang menyadarinya..
Rembulan pergi dan perlahan, mentari pun siap menyambut mereka.
Penunjuk arahlah yang pertama kali bangun. Spontan ia langsung melihat langit, mengukur seberapa jauh rembulan pergi, dan menerka-nerka posisi kapal tersebut dengan posisi mentari.
Di pukul bel sekencang-kencangnya, diteropongnya ujung lautan, dan secepat mungkin melapor kepada kapten.
Kapten pun segera tersadar. Kepanikannya di redam oleh wakil kapten yg sudah mengambil kemudi kapal. Wakil kapten berkata, "biarlah saya yg disalahkan atas keteledoran ini, kapten! Jangan sampai awak kapal tau, bahwa kapten yang melakukan kesalahan karena telah membawa mereka kearah yg tak jelas ini".
Sang penunjuk arah pun juga meminta dia saja yang disalahkan. Karena harusnya dialah yang menunjukkan arah untuk sang kapten.
Di bawah, awak kapal sudah ribut dan bertanya-tanya di arah mana mereka sekarang berada?
Mencoba tenang, kapten meneropong jauh ke depan. Terlihatlah sebuah pulau yang tampaknya dihuni oleh manusia yang belum terpeta-kan. Pulau yang tak ada di peta manapun.
Mau tak mau kapten harus tegas memberi keputusan.
Kapten mengumpulkan semua awak kapalnya. Kelompok itu berbaris rapi menghadap kapten. Mereka murung. Mereka haus dan lapar. Mereka lelah.
Tak tega dengan kelompoknya yang hampir kehilangan harapan, kapten berbohong. Ia menyembunyikan identitas wilayah yang tak terjamah ini. Hanya dia, sang penunjuk arah, dan wakil kapten yang merahasiakan tempat yang sebenarnya belum terjamah ini.
Kapten hanya memberitahu, bahwa beberapa meter dari tempat yang sekarang ada sebuah pulau. Kapten meminta awak kapalnya untuk bekerja lepas sementara, agar masing-masing dari mereka mendapatkan makanan yang layak. Kata sang kapten, ia yang akan memberi titah kepada masyarakat disana untuk mempekerjakan awak kapalnya. Semua awak kapal pun kembali menunjukkan keceriaan.
Setelah tiga puluh tiga hari hanya melihat lautan, kini semua awak kapal bisa menginjak tanah, merasakan sejuknya air kelapa dan makanan enak.
...
Orang menyebut pemuda tersebut, Si Pelaut. Walaupun dia berkulit gelap tertimpa garangnya panas mentari, tetapi dia tampan. Badannya tegap. Rahangnya runcing, rambutnya hitam legam, alisnya tebal, dan bibirnya penuh. Wajah yang ramah dan memiliki senyum yang indah.
Si pelaut tak hanya sendiri, ia bersama kelompoknya. Diantara kelompoknya, si pelautlah yg paling dominan, meskipun dia bukan kapten kapal tersebut.
Si pelaut hanya seorang pelaut.
Pelaut biasa di kelompok pelaut lainnya yang juga biasa.
Ahh, kenapa dia dominan?
Dia pemuda yang paling bersih di antara kelompoknya.
Meskipun dia memakai baju yang lusuh, dia tak berbau amis seperti kelompoknya.
Ntah apa yang dia gunakan untuk menutupi bau amis yang sudah melekat dengan jati diri seorang pelaut.
Di antara kelompoknya, hanya si pelaut yang berbau asin lautan yang bercampur dengan terik mentari, tanpa bau amis dan tanpa bau menyengat. Jangan tanya baunya seperti apa. Pokoknya baunya seperti itu.
Suatu ketika, kapal kelompok ini berlayar terlalu jauh dari biasanya. Ke wilayah yang tak seorang pun belum pernah mengunjunginya. Bukan tanpa alasan kenapa kelompok ini tersesat.
Pada malam hari itu, ketika rasi bintang orion menunjuk jalan ke arah barat, dan bintang sirius bersinar sangat amat terang menandingi sinar rembulan, kapten kapal secara tak sadar tertidur. Begitu pula dengan wakil kaptennya. Berikut dengan si penunjuk arah dan pelaut-pelaut lainnya. Semua tertidur pulas!
Padahal siang harinya, mereka tak terlalu banyak mengeluarkan tenaga (karena memang sudah terlalu lelah).
Ini adalah hari ke-tiga puluh tiga mereka tak mendapatkan apapun.
Sudah hampir satu bulan penuh lamanya tak mendapatkan apapun! Sulit memang mempercayainya. Lautan luas tanpa ada seekor ikan? Wah tak masuk akal!!
Tapi itulah yang terjadi...
Dengan tanpa ada lagi sisa makanan, tenaga yang terkuras, dan lelah. Satu kapal pun tertidur.
Beruntung malam itu cuaca sedang bagus. Ombak cenderung tenang, angin tak bertiup kencang, hingga membuat seisi kapal pun terlelap.
Kapal itu melaju tenang menjauhi arah barat, meskipun sang kapten telah melempar kemudi lurus menuju rasi bintang orion.
Terus melaju, melaju, dan melaju...
Hingga rasi bintang orion hanya sekedar titik di kanvas hitam langit malam.
Dan tak seorang pun di dalam kelompok ini yang menyadarinya..
Rembulan pergi dan perlahan, mentari pun siap menyambut mereka.
Penunjuk arahlah yang pertama kali bangun. Spontan ia langsung melihat langit, mengukur seberapa jauh rembulan pergi, dan menerka-nerka posisi kapal tersebut dengan posisi mentari.
Di pukul bel sekencang-kencangnya, diteropongnya ujung lautan, dan secepat mungkin melapor kepada kapten.
Kapten pun segera tersadar. Kepanikannya di redam oleh wakil kapten yg sudah mengambil kemudi kapal. Wakil kapten berkata, "biarlah saya yg disalahkan atas keteledoran ini, kapten! Jangan sampai awak kapal tau, bahwa kapten yang melakukan kesalahan karena telah membawa mereka kearah yg tak jelas ini".
Sang penunjuk arah pun juga meminta dia saja yang disalahkan. Karena harusnya dialah yang menunjukkan arah untuk sang kapten.
Di bawah, awak kapal sudah ribut dan bertanya-tanya di arah mana mereka sekarang berada?
Mencoba tenang, kapten meneropong jauh ke depan. Terlihatlah sebuah pulau yang tampaknya dihuni oleh manusia yang belum terpeta-kan. Pulau yang tak ada di peta manapun.
Mau tak mau kapten harus tegas memberi keputusan.
Kapten mengumpulkan semua awak kapalnya. Kelompok itu berbaris rapi menghadap kapten. Mereka murung. Mereka haus dan lapar. Mereka lelah.
Tak tega dengan kelompoknya yang hampir kehilangan harapan, kapten berbohong. Ia menyembunyikan identitas wilayah yang tak terjamah ini. Hanya dia, sang penunjuk arah, dan wakil kapten yang merahasiakan tempat yang sebenarnya belum terjamah ini.
Kapten hanya memberitahu, bahwa beberapa meter dari tempat yang sekarang ada sebuah pulau. Kapten meminta awak kapalnya untuk bekerja lepas sementara, agar masing-masing dari mereka mendapatkan makanan yang layak. Kata sang kapten, ia yang akan memberi titah kepada masyarakat disana untuk mempekerjakan awak kapalnya. Semua awak kapal pun kembali menunjukkan keceriaan.
Setelah tiga puluh tiga hari hanya melihat lautan, kini semua awak kapal bisa menginjak tanah, merasakan sejuknya air kelapa dan makanan enak.
...